MUTIARA EWDA: Membantu = Menghina

12 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
Pohon berbuah demi kesejahteraan orang lain. Sungai mengalir untuk memberi manfaat bagi orang lain. Sapi memberikan susu demi orang lain. Begitu pula, tubuh manusia seharusnya digunakan untuk menolong orang lain.

MUNGKIN, teks ini paling berbahaya kalau dibaca dan diterapkan. Bukan memberinya yang berbahaya, bukan pula manfaatnya yang berbahaya. ‘Merasa telah berjasa’ memberi — yang berbahaya. Sekali lagi, yang berbahaya adalah ‘merasa’ telah berjasa bagi orang lain. Menumbuhkan sikap dan perilaku suka memberi itu gampang, melihat bagaimana agar pemberian itu bermanfaat bagi orang lain juga gampang. Namun, yang mustahil adalah menghapus ‘merasa berjasa’. Ini penyakit yang hampir tidak ada obatnya. Cobalah perhatikan sekeliling, dari orang berdoa kepada Tuhan, matulung ke tetangga saat punya hajatan, menolong orang miskin, dan lain-lain, deep down orientasinya adalah untuk menyatakan ‘diri ada’. Dirinya ada untuk membantu orang lain. Karena ada, makanya dia merasa berjasa kepada orang lain.   

Apa salahnya ‘merasa berjasa’? Tidak salah, tapi berbahaya. Mengapa? Karena ‘merasa berjasa’ itu sama dengan menghina, merendahkan. Dia akan merasa superior atas orang yang dibantu. Kalau orang yang dibantu itu sukses, segera dia berkoar “dia sukses itu gara-gara saya, kalau saya nggak bantu, apa jadinya”. Kalau orang yang dibantu itu gagal, dia berkata, “sudah dibantu, diberikan jalan, masih juga tidak berhasil, dasar orang tidak bisa menggunakan kesempatan”. Kalau orang yang dibantu tidak pernah datang dan mengucapkan terima kasih, dia berkata; “dasar tidak tahu terima kasih, seperti kacang lupa kulit”. Dan yang paling menggelikan: “karena bantuanku dikau berhasil, sampai tujuh turunan pun kau tidak bisa bayar!”. Dan, yang umum terjadi: “karena bantuanku dikau berhasil, sekarang dikau mesti jadi ATM-ku!”. Semakin tinggi tingkat Altruistic Egoism-nya, God Complex-nya, Martyr Complex-nya, Narcissistic Helper Syndrome-nya, semakin dia merasa berjasa, bahkan terhadap hal-hal yang sebenarnya bukan karenanya. 

Dunia tolong-menolong itu sebagian besar begitu. Atas nama cinta tulus membantu, tetapi rasa kasihnya tidak ada. Makanya, berbahaya sekali kalau membaca dan menerapkan teks di atas. Teks di atas tidak untuk dibaca dan tidak untuk diterapkan. Teks di atas hanyalah mengindikasikan orang yang content, sudah santosa. Mari kita pahami. Teks di atas menyatakan, ‘pohon berbuah demi kesejahteraan orang lain, dan seterusnya’. Lalu, karena membaca dan terinspirasi, kita menerapkannya. Kita kemudian membantu orang sana sini. Is it wrong? Tentu, not at all. Tapi, jika Altruistic Egoism atau God Complex atau Martyr Complex atau Narcissistic Helper Syndrome tinggi, kita akan merasa melebihi dewa penyelamat.  

Pohon berbuah untuk kesejaahteraan orang lain, sapi memberi susu untuk kepentingan orang lain, dengan cara yang sama tubuh semestinya digunakan untuk membantu orang lain. Pertanyaannya, mengapa pohon berbuah? Itu memang kelengkapan dirinya sebagai pohon. Tumbuh, berkembang, berbunga, dan berbuah adalah dharmanya pohon. Mengapa sapi menghasilkan susu? Itu juga kelengkapan sapi, dharmanya sapi, desain tubuhnya seperti itu. Kemudian, jika tubuh manusia mesti digunakan untuk membantu orang lain, maka tentu pula kelengkapan dari orang itu, dharmanya orang itu. Sehingga, pohon berbuah adalah kebutuhannya, sapi menghasilkan susu adalah kebutuhannya, dan manusia membantu orang lain juga kebutuhan dirinya seperti itu. 

Apa jadinya pohon tidak berbuah? Tentu tidak sempurna. Bagaimana kalau sapi tidak menghasilkan susu? Tentu sapi itu anomali atau sakit. Bagaimana jika tubuh manusia tidak digunakan untuk menolong? Hidupnya pasti kurang lengkap. Sehingga, pohon berbuah adalah kebutuhannya sendiri, sapi menghasilkan susu adalah kebutuhannya sendiri, dan manusia membantu orang lain juga merupakan kebutuhannya sendiri. Kesadaran inilah yang diperlukan dalam hidup, sehingga ‘rasa berjasa’ itu tidak ada. Malah sebaliknya, berterima kasih kepada orang yang mau dibantu, sebab dengan demikian dirinya menjadi sempurna. Membantu adalah salah satu bagian kelengkapan hidup. Jika kesadaran ini hadir, teks di atas baru bisa dibaca secara benar. Dan memang demikian kebenarannya, dan tidak seperti judul artikel ini. 7 
Read Entire Article